Kamis, 27 Juli 2017

Tangan Terampil Seorang Sekdes Kaitetu

Jafar Layn : Sekdes Kaitetu, 

Desa Berdasarkan Undang-Undang no 06 tahun 2014 memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal asul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepenting masyarakat setempat dalam system pemerintah Negara Kesatuan Republik.

Urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan badan usaha milik desa, dan kerjasama antar desa. Selain itu mengurus pembangunan, urusan kemasyarakatan seperti pembedayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, dan adat-istiadat.

Dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan pembangunan, pemerintah desa juga dituntut untuk mengelolanya berdasarkan asas transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Namun, pada kenyataannya pelaksanaan pembangunan di Desa terkadang tidak dilaksanakan berdasarkan asas-asas tersebut. Kondisi ini terkadang membuat kurangnya kepercayaan sebagian masyarakat atas kinerja Pemerintah Desa (Pemdes).  Hal ini bukan berarti berlaku bagi keseluruhan Pemerintah Desa, namun ada juga Pemeritah Desa yang benar-benar dalam menjalankan Pembangunan Desa lebih berpihak kepada kebutuhan masyarakat Desa dengan mengedepankan asas-asas yang tertera di dalam Undang-undang Desa.

Negeri/Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku adalah salah satu Negeri yang Pemerintah Negerinya patut di acungi jempol karena betul-betul mengedepankan kebutuhan masyarakat terutama di Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Adalah Jafar Layn, yang setiap harinya mengurus hal-hal Pemerintahan Negeri Kaitetu. Aba biasa Pria ini disapa merupakan anak asli dari Negeri yang kaya akan adat dan Budaya itu. Dipanggil Aba karena memang Pria ini usiannya tak muda lagi.
Aba memiliki ciri khas, Rambut Putih, ramah dan suka senyum setiap bertemu orang. Jabatan yang di pegangnya di Pemerintah Negeri adalah sebagai Sekretaris Desa (Sekdes). Selain menjadi Sekdes, beliau juga sering menjadi Imam di Mesjid di lingkungan tempat tinggalnya. Kendati usianya sudah separuh Abad, namun Pria ini masih terlihat lincah mengurusi berbagai macam keperluan Negeri. Misalnya, di setiap kegiatan-kegiatan Generasi Sehat Cerdas (GSC) yang langsung melibatkan Pemdes seperti Musyawarah-musyawarah, Aba selalu aktif mengatur kegiatan, mengumpulkan masyarakat serta memberikan ide-ide positif untuk pembangunan Negeri. Bagi Aba, jabatan sebagai Sekdes adalah amanat dari masyarakat yang betul-betul harus dilaksanakan sesuai harapan masyarakat.

Jafar Layn memfasilitasi proses Musyawarah di Negeri Kaitetu

Sejak Program GSC hadir di Kecamatan Leihitu khususnya Negeri Kaitetu, begitu membuat masyarakat Negeri seperti mendapatkan Rejeki. Sama halnya dengan Aba. Beliau selaku Pemdes begitu antusias menyamput Program GSC kala itu. Dia merasa sangat bersyukur karena sejauh ini pemenuhan kebutuhan Kesehatan maupun Pendidikan di Negeri Kaitetu belumlah maksimal.

Diakuinya, masih banyak persoalan, khususnya Kesehatan maupun Pendidikan yang belum tertangani dengan baik. Misalnya, masih ada Ibu Hamil jarang periksa ke layanan Kesehatan, mereka masih berhubungan dengan dukun-dukun kampung. Kemudian Balita gizi kurang, Anak Berkebutuhan Khusus, anak Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama yang putus sekolah akibat Ekonomi lemah.

Selama kurun waktu 5 tahun sejak 2012-2016, Aba bersama Pelaku-pelaku GSC Negeri Kaitetu menjadi ujung tombak bagi masyarakat. Mereka memperjuangkan hak-hak Ibu Hamil, hak-hak anak untuk memperoleh kebutuhan Kesehatan dan Pendidikan yang layak. Banyak sudah kegiatan-kegiatan Kesehatan dan Pendidikan yang di fasilitasi oleh GSC melalui tangan trampil Aba dan teman-teman Pelaku GSC. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di Negeri Kaitetu melalui sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yakni memfasilitasi anak-anak yang putus Sekolah untuk kembali bersekolah, memberikan bantuan Kaca mata bagi anak-anak Sekolah yang terganggu proses belajarnya karena gangguan penglihatan, Pemberian Makanan Tambahan Bagi Ibu Hamil KEK, Pemberian Makanan Tambahan bagi Balita Gizi Kurang dan BGM. Tidak hanya itu, Aba juga gencar memberikan pemahaman kepada masyarakat Kaitetu khususnya orang tua agar selalu memperhatikan anak-anak mereka terutama untuk masalah Kesehatan dan Pendidikan.
 
Foto Bersama Penerima Manfaat, FK GSC dan Pengurus UPK Leihitu
Kini di tahun 2017 GSC tidak lagi memberikan BLM kepada masyarakat Negeri. Hal ini juga sempat membuat masyarakat sedih dan takut jika kedepannya tidak ada lagi pihak yang mau peduli terhadap masalah Kesehatan dan Pendidikan, kendati saat ini ada Dana Desa yang dititipkan Pemerintah Pusat dimana penggunaannya juga untuk menanangani masalah Pelayanan Sosial Dasar (PSD) yakni Kesehatan dan Pendidikan.

PSD Tetap Menjadi Prioritas

Rupanya pemikiran Aba berbeda, dia tetap optimis bisa menyelesaikan persoalan PSD yang ada di Negerinya itu. Bagi Aba walaupun di tahun 2017 tidak ada BLM dari GSC namun kegiatan-kegiatan PSD tetatp terakomodir melalui Dana Desa.

Aba adalah salah satu Potret Pemerintah Desa yang tidak semena-mena dalam mengatur roda Pemerintahan dan Pembangunan Desa. Dominannya peran pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa, Sekertaris Desa maupun perangkat desa lainnya dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan tentu tidak hanya melanggar essensi dari tujuan dilaksanakannya pembangunan pedesaan, yaitu mensejahterakan masyarakat desa tanpa mengabaikan azas pelaksanaan pembangunan yaitu transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.


Kontributor : Nana Rohana (FK GSC Kecamatan Leihitu)
Editor          : R. Leikawa (Staff Konsultan GSC Maluku)




Share:

Sabtu, 15 Juli 2017

Demi Membangun Negeri, Rela Menelusuri Jalan Berlumpur

Selain di Kecamatan Kei Besar Utara Timur seperti pada postingan sebelumnya Baca Disinikondisi lain yang mengharuskan Tim Fasilitator Kecamatan melakukan perjuangan super ekstra adalah di Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah. 
Kecamatan ini sebenarnya tergolong kecamatan sangat sulit, memiliki 20 Negeri/Desa, dibeberapa Desa lokasi GSC sampai saat ini akses jalan kesana masih dibilang sangat memprihatinkan, seperti pada negeri administratif Solea, Kaloa, Manusela, Kanikeh, Negeri Administrativ Elemata, Negeri Administrativ Hatuolo dan Negeri Maraina.
Sama halnya dengan Kondisi Kecamatan Kei Besar Utara Timur, di Seram Utara listriknya juga tidak normal, hanya bisa berfungsi dari jam 5 sore sampai jam 8 pagi.
Khusus untuk Negeri Administratif Solea, perjalanan yang harus ditempuh kesana membutuhkan waktu 7 jam lamanya bila berjalan kaki dari Ibu Kota Kecamatan Seram Utara, disana tidak ada angkutan reguler sehingga masyarakat terpaksa berjalan kaki, posisi wilayahnya ada pada dataran tinggi (Pegunungan Manusela). Akses jalan tanah, berlumpur dan beberapa jembatan seadanya menyebabkan Negeri Solea ini kurang mendapatkan pelayanan, terutama pelayanan kesehatan dan pendidikan. Disinilah tugas berat Fasilitator untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat setempat.

Asisten FK Seram Utara bersama salah satu masyarakat
Dalam perjalanan menuju Kota usai melakukan MD SOS di Neg. Administratif Solea
Kondisi geografis yang dibilang sangat sulit tersebut, tidak menjadi halangan untuk mereka berjuang menelusuri lumpur dan jalan yang tidak layak, ini malah menambah semangat untuk membantu memberdayakan masyarakat walaupun harus melepas sandal dan sepatu untuk menuju ke Negeri Administratif Solea. Salah satunya dengan kegiatan sosialisasi program GSC untuk menjembatani kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang selama ini kurang dirasakan oleh masyarakat.


Masyarakat sangat berterima kasih dan ingin terus agar Program GSC tetap berlanjut, serta memperhatikan kebutuhan dasar yaitu pendidikkan dan kesehatan. Pada saat tim Fasilitator Kecamatan melakukan Musyawarah Desa Sosialisasi di Negeri Solea, ada banyak masalah yang mereka dapatkan dari masyarakat terkait keberpihakan dan pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini juga berkaitan dengan letak Negeri Solea yang jauh dari pusat kota mempengaruhi semua bidang sehingga terkesan tertinggal.

Namun dengan kehadiran Fasilitator Kecamatan di Negeri tersebut, masyarakat merasa kebutuhannya yang selama ini tidak bisa dijangkau dapat terjawab, bahkan salah satu masyarakat menyampaikan harapannya kepada Tim Fasilitator Kecamatan, 

“Ibu katong mau ibu dong saja yang kelola dana untuk pendidikan dan kesehatan, sebab GSC paleng perhatikan katong, katong paleng rasa sanang", Ujar salah satu masyarakat Solea.

Dengan bahasa lokalnya salah satu masyarakat setempat menyampaikan harapannya usai MD Sosial kepada Hedia Pattiwael Asisten FK Seram Utara, yang jika diartikan bahwa besar harapan masyarakat menginginkan agar GSC tetap berlanjut, mengelola dana untuk pendidikan dan kesehatan, karena hanya GSC yang sangat memperhatikan mereka, masyarakat merasa senang dengan kehadiran GSC.

Mendengar ungkapan masyarakat tersebut, sudah bisa diketahui bahwa pengaruh Fasilitator Kecamatan dalam meyakinkan masyarakat untuk bersama berpartisipasi membangun negeri dari keterpurukan. Bahwa keberadaan Fasilitator GSC sudah tidak diragukan lagi.

Disisi lain, pihak Fasilitator Kecamatan sendiri sebenarnya juga telah berkoordinasi dengan pemerintah Negeri, semua proses berjalan dengan baik. Sehingga kegiatan Pelayanan Sosial Dasar masuk dalam APBDes Negeri Administratif Solea seperti Pemberian Makanan Tambahan untuk balita dan Ibu Hamil, Peningkatan Kapasitas Kader dan insentifnya, penyediaan obat-obatan, serta PAUD.  

Penandatanganan Berita Acara MD SOS
Kepercayaan masyarakat terhadap Tim Fasilator GSC justru menambah angin segar untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka, meskipun bertugas pada lokasi sulit tetapi keyakinan bersama untuk membangun negeri sudah menyatu dengan masyarakat. (RL)



Share:

Jumat, 14 Juli 2017

Beralaskan Cinta, Fasilitator GSC Tetap Setia di Wilayah Ekstrim

Perjalanan dari Tuburlay ke Renfaan melewat pantai

Ada yang menarik dari beberapa Fasilitator GSC Maluku yang ditugaskan pada wilayah Kecamatan ekstrim, mereka tampak begitu menikmati hari-harinya berjuang dengan fasilitas seadanya, akses jalan yang tidak layak, jaringan internet yang tidak terjangkau, transportasi terbatas bahkan listrik pun tidak normal seperti pada daerah perkotaan. Itu bukanlah kendala untuk mereka, karena sejatinya Fasilitator Kecamatan yang merupakan ujung  tombak dari program GSC ini merupakan laskar sejati yang ditugaskan untuk memberdayakan masyarakat miskin agar bisa mandiri dengan sumber daya yang telah tersedia dapat dimanfaatkan dengan baik, memfasilitasi masyarakat supaya bisa mendapatkan layanan secara merata, serta membantu pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Masuk Keluar Ohoi Dengan Jalan Kaki Berkilometer

Katakanlah Ricardho. E. A. Somnaikubun FK GSC Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Maluku Tenggara dengan assistennya, Simson M. Rahayaan, setiap kali melakukan kunjungan ke beberapa Ohoi/Desa selalu berjalan kaki, bukan karena mereka tidak memiliki kendaraan tetapi akses jalan yang tidak memungkinkan untuk dilalui dengan kendaraan.
Di Kecamatan Kei Besar Utara Timur  memilki 30 Ohoi/Desa yang berada di pesisir Pulau Kei Besar sebelah timur. Dari 30 Ohoi tersebut ada yang sudah di aspal namun ada juga yang belum, bahkan jalan setapak pun tidak ada.

Kondisi Jalan Yang Masih Dalam Pekerjaan
Akses Jalan yang sudah di aspal baru menjangkau 11 Ohoi, meskipun jalan aspal tersebut tidak terlihat licin dan kurang lebar, namun setidaknya bisa mempermudah masyarakat dalam beraktivitas. 11 ohoi tersebut adalah Yamtimur, Kilwair, Tuburngil, Ohoiwirin, Hollay, Hoko, Hollat, Hollat Solair, Ohoifau, Ohoifaruan dan Ohoi Watlaar.

Sementara 19 ohoi tersisa dapat ditempuh dengan akses jalan gusur (belum diaspal) yakni Ohoi Banda Efruan, Banda Suku 30, Banda Ely, Tuburlay, Fanwav, Renfaan, Renfaan GPM, Renfaan Islam, Langgiar Haar, Ohoimejang, Ur, Haar Wassar, Haar Ohoiwait, Haar Ohoimel, Haar Renrahantel, Haar Ohoimur GPM, Haar Ohoimur RK, Ohoiraut, dan Ohoi Soin. Dari 19 Ohoi yang belum memiliki jalan aspal tersebut mengharuskan warga setempat untuk melakukan aktivitas dengan berjalan kaki  bila hendak bepergian.
Kondisi Jalan Aspal di Kecamatan Kei Besar Utara Timur

Di Kecamatan Kei Besar Utara Timur, akses perhubungan antar ohoi sangat dipengaruhi oleh musim. Disana terdapat dua musim yaitu Musim Timur (dari bulan Maret s/d bulan September) dan Musim Barat (dari bulan Oktober s/d Febuari). Pada Musim Barat terjadi Gelombang laut sehingga akses transportasi ke ohoi-ohoi tidak dapat menggunakan transportasi laut. Transportasi laut hanya dapat digunakan pada Musim lainnya, namun tidak ada transport reguler sehingga harus di carter.

Untuk daerah lokasi GSC yang harus lewati laut adalah Ohoi Renfaan, Renfaan GPM, Renfaan Islam, Langgiar Haar, Ohoimejang, Ur, Haar Wassar, Haar Ohoiwait, Haar Ohoimel, Haar renrahantel, Haar Ohoimur GPM, Haar Ohoimur RK, Ohoiraut, Soin.
 
Transportasi Laut yang biasa digunakan FK, Asisten FK bersama UPK, POKJA dan PL

Melihat kondisi tersebut, tidak mengurangi sedikit pun semangat FK dan Asisten FK Kei Besar Utara Timur dalam memperjuangkan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Meskipun harus berjalan kaki dari Ohoi ke Ohoi, melewati pesisir pantai, menyeberangi lautan, mendaki jalan yang terjal dan licin bila musim hujan, tapi mereka tetap berusaha keras untuk bisa sampai ke ohoi.

Richardo Somnaikubun yang sudah lima tahun lamanya menjadi Fasilitator di Kabupaten Maluku Tenggara mengaku enjoy menjalani hari-harinya di wilayah ekstrim, meskipun awalnya dia bertugas pada kecamatan Kei Kecil, kini dirinya telah tiga tahun lamanya melakukan perjuangan di Kei Besar Utara Timur dengan Asisten FK Simson, M. Rahayaan yang tak lain adalah mantan PL di kecamatan Kei Besar yang juga merupakan salah satu wilayah ektrim di Maluku Tenggara.

 Richardo E. A. Somnaikubun FK GSC Kecamatan Kei Besar Utara Timur, melintasi hutang saat melakukan perjalanan dari Ohoiraut ke Haar Ohoimel 

Kondisi geografis Kei Besar Utara Timur, menjadikan Tim Fasilitator Kecamatan merasa terbiasa bahkan seperti melakukan petualangan di daerah yang sering juga disebut dengan istilah Raschab Maur Ohoiwut yakni wilayah kumpulan beberapa Desa Adat. Dengan menggunakan ransel, pembekalan seadanya mereka pun bergegas melakukan perjalanan ke Ohoi untuk melakukan fasilitas terhadap masyarakat. Misalnya ketika mereka tiba hendak ke Ohoi Renfaan, maka harus melewati Ohoi Tuburlay terlebih dahulu menelusuri pesisir pantai yang penuh dengan batu-batu besar. Namun tiada pilihan lain akses jalan ini sebagai alternatif tercepat untuk mencapai lokasi yang dituju.

Menurut Ricardo, sebenarnya ada jalan setapak untuk menuju Ohoi berikutnya, akan tetapi jalan tersebut masih dalam kondisi setapak tanah belum di aspal atau dibikin rabat beton, sehingga bila musim hujan tiba,  jalan tersebut licin untuk dilewati apalagi berada pada posisi di atas, maka para pejalan kaki diwajibkan untuk mendaki, sehingga alternative yang lebih memudahkan mereka adalah dengan melintasi pesisir pantai sepanjang 1,5 Km.

Jadi bayangkan saja jika kondisi seperti ini diperhadapkan dengan musim ombak dan musim hujan, sudah tentunya akses jalan menuju Ohoi Renfaan tidak bisa dijangkau lagi.
Kondisi sulitnya akses jalan lainnya yang sering di lewati oleh Tim Fasilitator Kecamatan Kei Besar Utara Timur adalah Perjalanan dari Ohoi  Banda Ely ke Fanwav yang harus melalui menaiki 1000-lebih anak tangga karena letak Ohoi Fanwav berada di dataran tinggi (diatas 100 DPL), jalan menuju Ohoi Banda Ely pun juga tidak bisa dilewati dengan kendaraan, sebab saat ini masih dalam proses perbaikan jalan.

Minim Penerangan, Tim Fasilitator Kecamatan Harus Patungan

Terkait dengan kondisi penerangan, di Kecamatan Kei Besar Utara Timur, tidak semua daerahnya bisa menikmati listrik secara normal, dari 30 Ohoi yang disebutkan diatas sampai saat ini baru 2 ohoi yang mendapatkan penerangan dari PLN yakni ohoi Yamtimur dan Kilwair. Itu pun hanya bisa dinikmati dari jam 6 sore sampe jam 12 siang. Sementara untuk ohoi yg lain ada bantuan dari Bupati untuk Mesin Listrik dengan bahan bakar solar yang bisa digunakan dari jam 6 sore sampai jam 10 malam saja dengan Retribusi per KK Rp. 50.000/bulan.     


Saat ini Tim Fasilitator Kecamatan berkantor di rumah Pendamping Lokal (PL), karena sejak PNPM MPd berakhir mereka terkendala dengan biaya sewa kantor, hal ini disebabkan karena biaya operasionalnya kecil, mereka harus mencari kontrakan yang juga disediakan mesin, sampai saat ini mereka masih menggunakan mesin di rumah PL, itu pun biaya pemakainya harus ditanggung bersama oleh FK, Asisten FK  dan operasional UPK, dengan pemakaian solar 5 liter bisa diirit selama tiga hari mulai dari jam 7 malam sampai jam 12 malam. (RL)       


Keterangan:
Ohoi : Desa
Share:

Rabu, 12 Juli 2017

Sering Kali Mendapat Tekanan, Perempuan Tangguh Ini Tidak Berhenti Melayani

Rufina Sangur Saat Memfasilitasi Musyawarah

Yanad, Ubud ar dir hiluk mem
 yang artinya Anak-anak dan cucu adalah masa depan orang tua dan kampung halaman kedepan, mereka akan berdiri sebagai ujung tombak dan sebagai pemimpin.

Begitulah filosofi leluhur Kei yang turun-temurun dan dipegang oleh masyarakat disana. Kunci membangun Desa ke depan adalah Anak-anak selaku generasi, sebab mereka akan melanjutkan kepemimpinan orang tua dalam mengabdi serta membangun Kampung halaman untuk menjadi lebih baik.

Sekilas membaca filosofi diatas, mungkin terdengar biasa saja, namun tahukan anda bahwa kalimat itu sangat kuat pengaruhnya bagi masyarakat yang loyal ingin membangun kampung halaman, mau dalam kondisi apapun mereka akan tetap ingin maju untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat dilihat pada sosok perempuan tangguh yang sudah sering merasakan manis pahitnya berjuang untuk mensejahterakan masyarakat miskin.

Rufina Sangur (57 Tahun) adalah pelaku GSC yang dipilih sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Ohoi(KPMO/KPMD) di Desa Elralang Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara. Dia adalah sosok inspiratif dan juga penggerak program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) sejak tahun 2012 dengan Insentif yang didapat sampai tahun 2014 sebesar Rp 60.000 dari Program GSC. Meskipun tinggal di daerah ekstrim dan hanya diberi honor yang cukup kecil, beruntunglah memasuki tahun 2015-2016 insentifnya naik sebesar Rp.150.00 dan pada akhirnya turun lagi senilai Rp. 130.000 di tahun 2017 ini, namun tidak mengurangi semangatnya untuk tetap berjuang, bekerja keras demi kepentingan masyarakat miskin di Ohoi Elralang.

Aktivitas Posyandu Sekaligus Penyerahan Bantuan

Elralang adalah salah satu Ohoi/Desa yang berada di kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Desa ini membawahi 8 Dusun yaitu Dusun Wakol, Ngurdu, Soinrat, Bombay, Ngat, Watsin, Sirbante, Wearmaf, dengan kondisi geografis yang cukup luas dan ekstrim, serta tidak didukung dengan akses jalan yang kurang baik.

Intervensi GSC pada Desa Elralang semenjak 2012 hanyamengikutsertakan 7 Dusun saja, Sedangkan Dusun Soinrat tidak berpartisipasi dan menolak Program GSC.

Mendapat Tekanan di Tahun-Tahun Pertama

Semenjak berproses dari tahun 2012 sampai 2014, Rufina Sangur dan pelaku KPMO/KPMD lainnya memiliki semangat dan kepedulian yang sangat luar biasa. Peduli, pantang menyerah dan kerja keras dalam memperjuangkan program GSC untuk dapat memuhi kebutuhan masyarakat miskin, mereka melakukannya dengan segala kekurangan bahkan kerterbatasan pengetahuan tentang program, namun dengan keyakinan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin di desa, mereka harus belajar dan bekerja keras.

Memfasilitasi penggalian gagasan, dengan berjalan kaki dari Dusun ke Dusun dengan jangkauan yang cukup jauh, naik gunung turun gunung tanpa bermodalkan biaya transportasi dan biaya makan minum.

Di Saat Rufina Sangur dan pelaku lainnya berupaya keras agar Desa Elralang bisa masuk pada program GSC ditahun 2012 tersebut, ternyata hanya 7 Dusun saja yang ikut berpartisipasi.
Upaya untuk semua Dusun berpartisipasi di tahun pertama 2012 sering mendapat tantangan misalnya di Dusun Ngurdu yang kondisinya tidak kondusif karena hubungan antara Para Kader Posyandu dengan Kepala Dusun tidak harmonis, akan tetapi selaku KPMO Rufina Sangur tetap sabar dan terus berjuang dalam mensosialisasikan program GSC.

Hal yang sama juga dialami di Dusun Soinrat, ketika bertemu dengan Kepala Dusun dan para Kader Posyandu untuk melakukan pengambilan data, justru Kepala Dusun Soinrat melakukan penolakan, karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang program, namun Rufina Sangur dan temanya Maria Ulahayanan (56 Tahun) terus memberikan pemahaman bahwa tujuan Program GSC adalah untuk mencerdaskan anak bangsa, serta memberdayakan masyarakat miskin melalui kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi Kepala Dusun tidak menggubris penyampaian mereka sehingga Dusun Soinrat tidak ikut berpartisipasi dalam Program GSC di Tahun 2012.

Menyerahkan Bantuan dari GSC Untuk Masyarakat

GSC Memberikan Bukti Nyata
Memasuki Tahun Anggaran 2013, setelah melihat perkembangan dengan adanya program GSC, Dusun Soinrat yang awalnya menolak untuk berpartisipasi, akhirnya mulai menyadari betapa pentingnya Program GSC bagi masyarakat miskin.
Singkat cerita setelah bisa membuktikan keberhasilan GSC, memasuki tahun 2013-2014 akhirnya GSC bisa mengintervensi 8 dusun di Ohoi Elralang, masyarakt pun mulai menyambut kehadiran pelaku KPMO dengan baik, meskipun pada saat memfasilitasi tahapan serta pengambilan data sasaran dengan berjalan kaki naik gunung turun gunung, namun tidak mengurangi semangat  Ibu Sangur untuk melakukannya.

Memasuki Tahun 2015 semua Dusun manjadi Desa defenitif, sehingga masing-masing Desa menjadi mandiri dan memiliki pelaku sendiri, mereka pun berproses dalam Program GSC mengurusi Desa masing-masing.

Mendapat Tekanan Dari Keluarga
Ibu Sangur begitulah sapaannya sehari-hari, dia tidak hanya di perhadapkan dengan masalah di tengah masyarakat, namun juga mendapat cercaan dari Suami karena dianggap tidak bisa mengurusi keluarga dan lebih banyak meluangkan waktu diluar. Padahal apa yang dilakukan Ibu Sangur adalah semata untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Meskipun sering mendapat tekanan dari pihak keluarga, namun dirinya tetap hadapi dengan sabar, dan terus memberikan pengertian kepada keluarga bahwa hidup itu adalah pengabdian.
Melihat semangat dan ketekunan Ibu Sangur, suaminya pun akhirnya sadar dan  mendukung tugas yang diembankan kepadanya.

Ora Et Labora
Menurut pengakuan Asisten Fasilitator Kecamatan Kei Besar Cristianus Ufie, bahwa Rufina Sangur adalah sosok yang rendah hati, santun,  tekun, jujur, sabar, semangat meskipun usianya sudah terbilang tua namun dalam bekerja dia tidak mengenal lelah, Rufina Sangur juga adalah sosok yang humoris, sehingga dirinya banyak disenangi oleh masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-harinya dia selalu berpegang pada doa, seperti istilah yang sering kita dengar Ora Et Labora yang artinya Berdoa dan Bekerja. 

Ibu Rufina Sangur saat menerima Piagam Penghargaan Menteri Kesehatan RI Tahun 2015 di Langgur “PIAGAM KADER LESTARI 20 TAHUN”

Berikut ini kami menghimpun pengabdian yang sudah dilakukan dan kepercayaan masyarakat terhadap  Rufina Sangur :
·          KADER POSYANDU
Tahun 1985 – sekarang, dipilih  sebagai Kader Posyandu dengan jabatan Ketua Kader. Sudah kurang lebih 32 Tahun, Ibu Sangur telah menunjukan kecintaan, kesetiaan, ketekunan, dan kesabaran dengan dedikasinya sebagai kader posyandu untuk melayani masyarakat di bidang kesehatan.  Lamanya pengabdian sebagai kader posyandu ini turut memberikan bukti nyata sebagai kader pertama yang ditunjuk oleh Puskesmas Watsin sekaligus mewakili seluruh Kader Posyandu se-Kecamatan Kei Besar dalam menyabet gelar piagam penghargaan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu “PIAGAM KADER LESTARI 20 TAHUN” tahun 2015 di Langgur. Penerimaan Piagam Penghargaan ini bertujuan agar memotivasi semangat dan meningkatkan pengabdian bagi masyarakat di bidang kesehatan.
·          KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OHOI/DESA (KPMO)
Tahun 2012-2014, dipilih oleh masyarakat Ohoi Elralang sebagai pelaku Program GSC yaitu Kader Pemberdayaan Masyarakat Ohoi (KPMO) Elralang (Ohoi Induk) yang membawahi 8 Dusun yaitu Dusun Wakol, Ngurdu, Soinrat, Wearmaf, Bombay, Watsin, Sirbante dan Ngat. Tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara mengeluarkan peraturan Pemekaran bagi setiap dusun se-Kabupaten Maluku Teggara untuk dimekarkan menjadi Desa/Ohoi, dan Tahun 2015 masyarakat Ohoi Watsin tetap memilih Ibu Sangur sebagai pelaku KPMO sampai saat ini.
 ·         TIM PENYUSUNAN RANCANGAN RPJM OHOI WATSIN
Tahun 2016-sekarang, diangkat dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Ohoi Watsin  mewakili pelaku GSC untuk masuk kedalam Tim Penyusunan Rancangan RPJM Ohoi Watsin.
 ·         ORGANISASI PKK OHOI WATSIN
Tahun 2016-sekarang, dipilih sebagai Wakil Ketua PKK Ohoi Watsin sekaligus menjabat  sebagai Wakil Ketua Pokja IV (Bidang Kesehatan).
·          Utusan BKKBN
Tahun 1995, diutus oleh BKKBN mewakili seluruh kecamatan di Pulau Kei Besar untuk ikut Jambore KB puncak 50 tahun di Hutumury Ambon.

Begitulah ulasan pengabdian Rufina Sangur, perempuan tangguh dari Ohoi Elralang Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara. (RL)

Keterangan:
Ohoi : Desa

***

Share:

Selasa, 04 Juli 2017

KISAH STERA, SI PENDERITA HERNIA

Stera Swin Papilaya : Saat mendapat perawatan di Rumah Sakit

Kisah ini terjadi 3 tahun yang lalu. Stera Swin Papilaya begitulah nama lengkap anak berusia 12 tahun yang lahir dari pasangan Fredy Papilaya dan Magdalena Papilaya, mereka berdomsili di negeri Abubu Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
Sejak berusia 3 bulan, Stera telah menderita penyakit di bagian kelamin yang disebut hernia. Semakin bertambah usianya penyakit ini kian menyiksa dalam setiap aktifitasnya di Sekolah maupun di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Ketika mengkuti jam pelajaran seperti olahraga, Strera terpaksa harus melakukannya dengan menahan rasa sakit bahkan sering harus alpa mengkutinya, sehingga dia mulai jarang ke sekolah. Lebih menyakitkan lagi Stera sering diejek oleh teman-temannya yang membuat siswi kelas I SMP Negeri Abubu ini menjadi malu bahkan menangisi keadaan yang sudah mulai menyiksanya selama lebih dari 1 tahun.
Orang tuanya pun seperti tak berdaya melihat kondisi anak perempuan mereka dan hanya bersabar untuk menunggu kiranya ada pihak yang bisa membantu pengobatannya, karena mereka sendiri tidak memiliki penghasilan tetap dan tergolong keluarga miskin di negeri Abubu.

PENANGANAN OLEH GSC
Mengetahui kondisi Stera, melalui Yos Wattimena yang juga merupakan pelaku Negeri yakni dari unsur TPMN, mereka menyampaikan kondisi tersebut pada saat Musyawarah Negeri Sosialisasi tahun 2014, sehingga penanganan pengobatan bagi Stera disepakati sebagai usulan kegiatan yang didanai program GSC Negeri Abubu T.A 2014.
Tidak menunggu waktu yang lama, mereka langsung melakukan pemeriksaan ke dokter pada bulan November 2014  di Puskesmas negeri Ameth Kecamatan Nusalaut sebagai langkah awal penanganan.
Namun setelah ada rujukan dari dokter untuk pananganan selanjutnya, kondisi Stera belum bisa ditangani lagi karena alasan tertentu. Disisi lain dengan adanya kebijakan program memasuki tahun 2015 untuk penghentian sementara penyaluran dana,  Orang tua Stera merasa kecewa dan ingin mengobati anaknya sendiri, namun apalah daya, dengan keinginan kuat untuk mengobati Stera namun kemampuan keuangan yang terbatas akhirnya mereka harus sabar menunggu.
Setelah selama kurang dari satu tahun setelah dana GSC kembali bisa disalurkan, penanganan untuk Stera akhirnya dapat dilakukan. Pelaku GSC negeri Abubu (ibu Yos Wattimena) kemudian mendampingi untuk melakukan penanganan segera bagi Stera dengan pendanaan dari program GSC T.A 2014.
Bulan Agustus 2015 lalu, akhirnya Stera menjalani operasi hernia di Rumah Sakit Tentara (RST) Ambon. Setelah operasi dilakukan dan melalui perawatan yang intens dari tenaga kesehatan maupun orang tua stera sendiri, akhirnya Stera telah sembuh dan bebas dari penyakit yang dideritanya itu.
Kini Stera telah kembali bersekolah dan melakukan aktifitas sehari-hari seperti teman-temannya yang lain, dia sudah tidak lagi merasakan sakit apalagi rasa malu yang selama ini melekat pada dirinya.
“Terima kasih GSC karena telah membantu menolong anak kami sehingga dia bebas dari rasa sakit dan malu karena penyakitnya”, demikian ucapan terima kasih yang disampaikan oleh orang tua Stera.

Penulis : Thomas Wattimena (FK GSC Kecamatan Nusalaut)
Editor   : Rusda Leikawa (Supporting Staff GSC Maluku)

Konidisi Stera Swin Papilaya Saat Ini
















Share: