Kamis, 19 Januari 2017

Pentingnya Ayah Dan Bunda Terlibat Dalam Pendidikan Anak

Usia dini adalah masa emas perkembangan sekaligus masa kritis anak. Pada masa itu seluruh aspek perkembangan anak sedang berkembang sangat pesat. Kecepatan ini tidak terjadi pada masa berikutnya. Waktunya sangat kritis, yaitu sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Mari memanfaatkan masa emas ini dengan baik agar tidak hilang dan terlewatkan. 
Keberhasilan selama periode ini akan menentukan keberhasilan anak kita dalam kehidupan selanjutnya hingga dewasa.

Memasukkan anak ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangatlah tepat. Belajar melalui bermain yang dilakukan di PAUD sangat mendukung semua aspek perkembangan anak yang meliputi moral-spiritual, fisik-motorik, kognitif (kecerdasan), bahasa, sosial-emosional, maupun seni.

Walaupun mereka banyak belajar di PAUD, pendidikan di keluarga adalah yang pertama dan utama. Jika pengasuhan anak kita di keluarga dilakukan dengan baik dan sejalan dengan yang dilakukan di PAUD maka semua aspek perkembangan anak akan bisa berkembang secara sepenuhnya. Pada gilirannya perkembangan ini akan menyumbang pada kemampuan anak berpikir logis, kritis dan kreatif serta mampu berkomunikasi dan bekerjasama. Kemampuan – kemampuan itu sangat diperlukan anak di masa-masa kehidupan selanjutnya dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin beragam.

Selain untuk mengasah kecerdasan, parah ayah dan bunda yang tidak kalah penting dalam menumbuhkan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari anak kita. Caranya dalah melalui metode ACB, yaitu : AJARAN, CONTOHKAN, BIASAKAN.



MANFAAT KETERLIBATAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK:
a)      Meningkatkan kehadiran anak
b)      Meningkatkan kepercayaan diri anak
c)       Meningkatankan perilaku positif anak
d)     Meningkatan pencapaian perkembangan anak
e)      Meningkatkan keinginan anak untuk bersekolah
f)       Meningkatakan komunikasi antara orang tua dan anak
g)      Meningkatan harapan orang pada anak
h)      Meningkatkan kepercayaan diri orang tua
i)        Meningkatan kepuasaan orang tua terhadap sekolah
j)        Meingkatkan semangat kerja guru
k)      Mendukung iklim sekolah yang lebih baik
l)        Mendukung iklim sekolah secara keseluruhan.

Menurut Anis Baswedan yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia selama 20 itu, bahwa “ Tahap usia lahir – 6 tahun adalah masa dimana anak menyerap begitu banyak informasi yang menjadi bekal hidupnya untuk dapat mempelajari berbagai hal yang lebih rumit pada jenjang-jenjang selanjutnya”. 




**Sumber : Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan




Share:

Rabu, 18 Januari 2017

1000 Harapan ABK Untuk GSC

Kondisi Cory Pernaubun Sebelum di Interpensi GSC

 Program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) hadir dan turut memberi dampak yang luar biasa bagi masyarakat pinggiran dinegeri ini, terutama bagi Anak yang Berkebutuhan Khusus (ABK) yang berasal dari keluarga Rumah Tangga Miskin. Hal ini bukan hal baru lagi, akan tetapi sudah berjalan sejak tahun 2007 lalu, di Provinsi Maluku sendiri Program GSC baru hadir pada tahun 2012, hingga saat ini ada tiga Kabupaten yang di tanganinya, yakni Kabupaten Maluku Tengah, Maluku Tenggara dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dengan 24 kecamatan yang tersebar di tiga kabupaten tersebut, salah satunya adalah Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Pada tulisan ini akan dikisahkan cerita sukses dari Negeri Amahai, Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku.

Bertemu “Cory” Anak Berkebutuhan Khusus
Setalah melakukan sosialisasi oleh Pelaku Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) di Kecamatan Amahai pada tahun 2013 lalu, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan data lapangan sebagai input data sasaran dalam program GSC keseluruh lingkungan, Negeri dan dusun di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Tepatnya di dusun Karay dengan jarak dari Negeri Induk Amahai ± 3 KM, ditemukanlah Cory Pernaubun, anak berumur 7 tahun dalam kondisi tak berdaya.
Cory Pernaubun, lahir ditengah keluarga yang tergolong tidak mampu dengan kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, sangat tidak memungkinkan untuk menyembuhkan penderitaan yang dialaminya.
Awalnya Cory hanya bisa duduk dan berbaring ditempat tidur, itu pun dibantu oleh orang tua dan saudaranya, tubuhnya yang kurus dikarenakan kekurangan asupan gizi, Cory pun tidak berdaya dan tidak mampu bangkit dari keterpurukannya.

Mengetahui hal tersebut, pelaku GSC Negeri Amahai melakukan proses pendekatan partispatif dengan keluarga, salah satu hasil wawancara antara pelaku GSC dengan kedua orang  tua Cory, bahwa dirinya sangat ingin bersekolah seperti teman-teman sebayanya, dia juga ingin merasakan nikmatnya bangun pagi dan berangkat ke sekolah dengan mengenakkan seragam.

Harapan Orang Tua Untuk GSC
Dari hasil diskusi pelaku GSC dengan orang tua Cory, mereka sangat mengharapkan adanya bantuan dari program GSC di Negeri Amahai untuk bisa membiayai anak mereka baik dalam penanganan kesehatannya maupun mewujudkan cita-cita Cory agar bisa bersekolah .
Dari hasil pengkajian lapangan oleh pelaku GSC maka ditetapkan melalui prioritas Pendanaan kegiatan GSC untuk membantu Cory yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Melihat kondisi Cory dengan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu tersebut, maka pelaku negeri  melaporkan kondisi anak ini ke Kepala Desa kemudian dilanjutkan ke Fasilitator Kecamatan (FK) dan diteruskan lagi ke Tim Fasilitator Kabupaten. Setelah mendapat respon positif dari Fasilitator tingkat Kabupaten, FK dan Pemerintah Negeri maka Cory Pernaubun langsung diusulkan dan ditetapkan pembiayaannya pada layanan Kesehatan untuk kegiatan PMT Pemulihan dan pembiayaan Pendidikan yang dibiayai melalui Generasi Sehat Dan Cerdas Negeri Amahai.

GSC Turung Tangan
Pelayanan pertama yang diberikan kepada Cory adalah PMT Pemulihan yaitu pemberian susu, obat dan makanan berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Layanan Kesehatan, setelah interpensi penanganan kesehatan melalui PMT Pemulihan selama 90 hari, menunjukan adanya perkembangan dari asupan gizi yang ditangani selama proses berjalan
Setelah kondisi kesehatan Cory sudah mulai pulih, tindakan selanjutnya adalah mendaftarkan namanya di Sekolah, melalui Pembiayaan GSC, Cory sudah bisa bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan biaya transportasi ojek setiap hari Rp.10.000 selama 1 tahun untuk berangkat kesekolah dengan jarak yang ditempuh adalah sekitar 5 KM. Untuk usulan biaya pendidikan berlanjut sampai ditahun 2014 dan 2015, namun biaya transportasinya meningkat menjadi Rp. 20.000.
 
Cory mendapat bantuan jasa ojek untuk mempermudah ke sekolah 
Harapan Yang Sirna
Cory Pernaubun anak mungil itu kini telah bersekolah, dari hasil pantauan pelaku GSC setelah melalui beberapa bulan dalam mengikuti pelajaran, Cory termasuk salah satu anak yang aktif dalam proses belajar, dia tampil dengan kemampuannya yang selalu berusaha keras untuk mengikuti pelajaran di Sekolah.
Tahun berganti tahun Cory selalu dipantau dan diperhatikan oleh pelaku GSC serta kedua orang tuanya, dengan mendapat hasil yang memuaskan yakni kaki dan tangan yang mulanya sulit untuk digerakan kini sudah bisa digerakan dengan mudah, sudah bisa merangkak sendiri, bermain dengan ceria bersama teman-teman sebayanya. 
Bahkan tubuhnya yang kurus dan lemah sudah mengalami pertumbuhan, Cory terlihat sehat, segar  dan bersemangat. Tidak sampai disitu saja kabar baik dari SLB tempat Cory menimba ilmu, ternyata dia termasuk anak yang pandai, lancar membaca dan menulis serta memiliki kreativitas yang tinggi
Terima Kasih ibu dan bapak pelaku GSC atas bantuan dan uluran tangan melalui biaya yang dibantukan par beta,  beta akan siap dan maju terus tanpa lelah menapakan kaki beta  ke sekolah untuk bisa berhasil dan bisa membantu kedua orang tua beta” , ungkap Cory Pernaubun setelah dikunjungi oleh Pelaku GSC Kecamatan Amahai berserta tim audit BPKP Perwakilan Provinsi Maluku pada April 2015 lalu.

Kontributor  : Pelaku GSC Amahai
Editing         : Dwi_Rus
Share:

Rabu, 04 Januari 2017

Demi Bocah Gizi Buruk, Pelaku GSC Rela Menggadaikan Perhiasannya

Desy Fakaubun : Balita Gizi Buruk
Gizi buruk disebabkan karena kurang adanya kesadaran tentang pentingnya pemberian nutrisi kepada anak, sedangkan kurang gizi di sebabkan karena kurangnya asupan energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Kasus gizi buruk bukan masalah baru di Indonesia, hal ini kerap terjadi pada keluarga miskin yang tinggal didaerah minim informasi. Seperti yang dialami oleh Desy Fakaubun balita yang baru berusia 2 Tahun 8 Bulan,  hampir menghembuskan nafas terakhirnya karena kurang gizi .

Desy Fakaubun merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Abdul Hamid Fakaubun dan  Fani, yang merupakan warga Dusun Lohi Negeri Sepa kecamatan Amahai , Kabupaten Maluku Tengah. Mereka tinggal di rumah yang  hanya berukuran 3x3 meter dan tidak memiliki MCK.

Kehiduapan mereka tergolong miskin, Ayahnya bekerja sebagai petani  dengan penghasilan Rp.200,000 sampai Rp. 250.000 per bulan, sementara ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang sesekali membantu bapaknya. Kebutuhan gizi yang seharusnya didapatkan oleh Dessy dan saudara-saudaranya akhirnya terbengkalai begitu saja, disebabkan karena kebutuhan yang tidak cukup.
Sejak usia 2 tahun 3 bulan Desy mengalami pertumbuhan yang tidak normal dan tidak pernah mendapatkan makanan bergizi.

Melihat kondisi tersebut, pada Maret 2016 lalu seorang tetangga memberitahukan masalah ini kepada bidan desa A. Tuakia, Amd.Keb, Namun saat itu bidan desa tidak yakin, karena bulan sebelumnya Desy masih sempat mengikuti posyandu dan hasil timbangannya bagus, berdasarkan laporan warga dan untuk memastikan informasi tersebut bidan desa dan petugas gizi langsung ke rumah Desy, sesampai di rumahnya, bidan dan petugas gizi  kaget melihat kondisi yang yang dialami oleh Desy saat itu, padahal bulan maret hasil timbangannya 10Kg, namun setelah di timbang lagi hasilnya turun sampai 7,9kg.
Melihat hasil timbangan yang turung tersebut, bidan desa menanyakan penyebabnya pada orang tua Desy, mereka hanya bisa menjawab bahwa selama sebulan desy mengalami influenza dan sesak napas namun tidak ada biaya untuk pengobatan.

Petugas gizi menyarankan agar segera melakukan kontrol perawatan ke Dokter, namun orang tua Desy hanya bisa meneteskan air mata dan mengatakan untuk mencari sesuap nasi saja sulit, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan perut anak-anak dalam waktu sekejab apalagi harus ke dokter yang tentunya mengeluarkan biaya besar.

untuk mencari sesuap nasi saja kami tidak bisa dapatkan dalam waktu sekejab untuk memenuhi kebutuhan kami dan anak-anak kami, apalagi sampai ke Dokter yang nantinya biaya pengobatannya sangat Besar”. Ungkap orang tuanya.

Kondisi Rumah Desy Fakaubun
Pada saat mereka membicarakan perawatan Desy,  bidan desa A. Tuakia, Amd.Keb sengaja masuk keruang belakang untuk memeriksa lingkungan rumahnya, dan ditemuinya kondisi rumah yang kurang steril untuk kesehatan desy, sehingga  pihaknya menyatakan bahwa Desy harus segera ditangani oleh Dokter, Namun lagi-lagi keluarganya berdalih tidak mampu untuk membiayai pengobatan tersebut, meskipun petugas gizi sudah menerangkan betapa pentingnya  kesehatan, namun tetap saja orang tua Desy cuma bisa meneteskan air mata.

Sambil menangis, orang tuanya berkata kalau memang tidak bisa tertolong kami mau berbuat apa sedangkan anak- anak kami yang lain juga membutuhkan makanan dan minuman juga”, ungkap Fani.

GSC Bergerak Tangani Kasus Gizi Buruk

Melihat kondisi yang memilukan itu, bidan desa bersama petugas gizi pamit dan langsung menemui pelaku Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) di Negeri Sepa, untuk memberitahukan kondisi Desy dan menyarankan agar segera membuat rapat dengan masyarakat dan Pemerintah Negeri, agar bisa mengambil keputusan dalam penanganan kasus gizi buruk pada warga miskin.

Setelah pertemuan selesai bidan desa yang juga merupakan salah satu pelaku GSC di Negeri Sepa  langsung menghubungi Fasilitator Kecamatan Amahai Agustina Ernawati Tokndekut dan menceritakan semua yang menyangkut dengan kebutuhan kesehatan Desy, FK Amahai pun meresponyna dengan baik.

Namun, pada saat itu di kecamatan belum bisa melakukan pencairan karena pelaku Kecamatan sementara melakukan audit pembukuan di Negeri-negeri, sehingga dianjurkan untuk  melakukan pinjaman pihak ke tiga oleh pelaku.

Langkah Penyelamatan “Gadai Perhiasan”

Atas anjuran tersebut, dengan melihat kondisi Desy yang sangat mendesak membutuhkan pertolongan, bidan desa A. Tuakia, Amd.Keb., yang juga merupakan pelaku GSC , langsung mengambil keputusan untuk melakukan penitipan perhiasan berupa kalung, cincin dan gelang di pegadaian, keputusan ini juga diijinkan oleh suaminya, asalkan nyawa desy segera tertolong. Dari hasil pengadaian perhiasan tersebut, uangnya langsung digunakan untuk penanganan Desy serta pengobatan selanjutnya.

Pada bulan Mei 2015 A. Tuakia, Amd.Keb mendampingi Fani mengantarkan Desy ke Rumah Sakit Umum Masohi untuk melakukan pemeriksaan sekaligus rongeng, dan hasil pemeriksaannya positif dahak paru, sedangkan gizinya di nilai dari BB dan usia.

Pihak RSUD Masohi membuat rujukan  agar Desy segera dibawa ke Puskesmas Amahai untuk melakukan pemeriksaan  lanjutan dan hari itu juga mereka berangkat ke Puskesmas Amahai, namun kepala Puskesmas tidak berada di tempat sehingga petugas Puskesmas menyarankan untuk kembali besok.

Pelaku GSC : Sang Penyemangat

Setelah sampai di rumah, orang tuanya tidak mau lagi untuk melanjutkan pemeriksaan karena memikirkan tak ada biaya lagi, tetapi pelaku GSC tetap memberikan dukungan dan menjelaskan bahwa semua biayanya akan ditangani oleh program GSC.

berapun biaya yang di keluarkan itu bukan urusannya bapak atau Ibu tapi itu urusannya kami pelaku GSC Di Negeri karena program GSC yang akan membiayai semua kebutuhan yang di perlukan untuk desy”, tegas Tuakia.

Setelah mendengar penjelasan tersebut keluarganya hanya bisa menangis dengan mengucapkanan terimak kasih kepada program GSC serta pelaku yang  sudah membantu mereka sampai pada pemeriksaan kelanjutan.

Esok harinya mereka berangakat lagi ke Puskesmas Amahai, sesampai disana, Dokter menyuruh untuk menginap agar petugas tetap melakukan pemantauan pada gizi dan TB paru desy, namun lagi-lagi orang tuanya tidak mau dengan alasan mereka tidak mempunyai uang, padahal Tuakia sudah berkali-kali menjelaskan agar tidak terbebani dengan biaya pengobatan tersebut, orang tuanya tetap tidak mau dengan alasan ketiga anaknya  yang lain juga masih kecil, dan tidak bisa tinggal sendiri sedangkan bapaknya harus mencari nafkah untuk kebutuhan mereka sehar-hari.

Akhirnya Dokter hanya bisa memberikan Obat TB dan memintah bidan desa untuk melakukan konsultasi pada bagian gizi di Puskesmas Negeri Tamilouw untuk pemulihan dan pengobatan gizi buruknya.

Selesai dari puskesmas Amahai, Tuakia langsung menghubungi Agustina Ernawati Tokndekut selaku Fasilitator Kecamatan Amahai untuk menjelaskan kelanjutan yang nantinya akan di lalui oleh Desy bahwa akan ada konsultasi dengan petugas Puskesmas di Negeri Tamilouw untuk kelanjutan pengobatan dan pemulihan gizi buruknya,.

Setelah melakukan konsultasi dengan petugas gizi di Puskesmas Tamilouw, mereka dianjurkan untuk  terus memantau kesehatannya selama 3 bulan untuk gizi buruknya dan 6 bulan untuk masalah TBnya, serta melakukan PMT pemulihan oleh petugas gizi dengan bahan-bahan yang diberi saat itu adalah susu boneto, minyak sayur, mineral mix, dan gula, selama 3 bulan untuk PMT Pemulihannya dan diberikan susu setiap bulannya .

Setelah berproses dengan PMT pemulihan selama empat bulan, berat badan desy bertambah 4 kg, ini sudah termasuk berat badan normal, namun tetap dilanjutkan dengan program 6 bulan untuk masalah TB. Hingga saat ini desy sudah bisa bermain dengan teman-temannya dan program TB pun  sudah berakhir.
Desy Fakaubun, setelah penanganan

Ucapan terima kasih dan cucuran air mata yang tak terhingga dari orang tua
Desy kepada program GSC, Bidan Desa, petugas gizi dan pelaku Program GSC Negeri Sepa, saat tidak ada lagi harapan dari keluarga untuk kelansungan hidup Desy, Program GSC hadir membawa berkat, hingga saat ini Desy sudah bisa bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebayannya.


Sumber Kisah : FK GSC Kecamatan Amahai - Kabupaten Maluku Tengah

Editing : Dwi-Russ

******
Share: